Maluku, Pensilrakyat.com – Sejak tahun 2007 Masyarakat yang berdomisili di beberapa Desa pada pulau-pulau kecil Kecamatan Tayando Tam, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku belum menikmati penerangan listrik PLN, setelah pemekaran wilayah.

Hal itu terungkap ketika sekelompok mahasiswa dari provinsi tersebut menyampaikan kondisi warga di Desa Langgiar, Yamtel dan Desa Tam  ke Dewan Pimpinan Pusat ( DPP ) Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI ) di Citraland Celebes Makassar, Minggu, 05/07/2020.

Penyampaian mahasiswa diterima langsung oleh Alie AL-Hakim Departemen Ilmu Teknologi dan Komunikasi DPP BAIN HAM RI, dimana hingga saat ini masyarakat di wilayah tersebut belum mendapatkan penerangan listrik dari PLN.

Salah satu Mahasiswa asal Kecamatan Tayando Tam, Ismit Banyal, mengatakan bahwa,  Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel sudah selesai bahkan sudah tidak terawat lagi. Mesin pembangkit listrik yang diharapkan pun hingga saat ini belum diadakan oleh pemerintah, sehingga warga hanya menikmati penerangan lampu pelita untuk rumah tangga apa adanya selama ini.

See also  Official Website for Sports Betting with BDT 25,000 Bonu

Ismit Banyal juga mendesak Pemerintah Daerah dan Provinsi Maluku untuk menganggarkan pengadaan Mesin Listrik yang selama ini diharapkan masyarakat, ”kami di Maluku Tenggara butuh listrik untuk kebutuhan sehari hari yang sama dengan daerah lainnya yang selama ini menikmati aliran listrik dari PLN,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Alie AL-Hakim dari Departemen IT dan Komunikasi DPP BAIN HAM RI yang juga putera asal Maluku, meminta Pemerintah Pusat dan PT.PLN (Persero) agar memperhatikan masyarakat di beberapa pulau di Provinsi Maluku dengan mempercepat pengadaan mesin PLTD agar masyarakat menikmati desanya terang benderang oleh aliran listrik PLN.

“Pemerintah Pusat dan PT.PLN (Persero) agar segera meninjau daerah tersebut, pasalnya warga beberapa desa di Kecamatan Tayando Tam adalah juga warga Indonesia sesuai wilayahnya yang terdaftar di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang juga membutuhkan hak yang sama dengan masyarakat lainnya di Indonesia,” tutup Alie Al-Hakim. (*/@ly)